1)
Pengertian Tranduser
Transduser
berasal dari kata “traducere” dalam bahasa Latin yang berarti mengubah.
Sehingga transduser dapat didefinisikan sebagai suatu peranti yang dapat
mengubah suatu energi ke bentuk energi yang lain. Bagian masukan dari
transduser disebut “sensor ”, karena
bagian ini dapat mengindera suatu kuantitas fisik tertentu dan mengubahnya menjadi
bentuk energi yang lain.
Dari sisi pola
aktivasinya, transduser dapat dibagi menjadi dua,yaitu:
a. Transduser pasif
yaitu transduser yang
dapat bekerja bila mendapat energi tambahan dari luar.
b. Transduser aktif
yaitu transduser yang
bekerja tanpa tambahan energi dari luar, tetapi menggunakan energi yang akan
diubah itu sendiri.
Untuk jenis
transduser pertama,contohnya adalah thermistor. Untuk mengubah energi panas
menjadi energi listrik yaitu tegangan listrik, maka thermistor harus dialiri
arus listrik. Ketika hambatan thermistor berubah karena pengaruh panas, maka
tegangan listrik dari thermistor juga berubah. Adapun contoh untuk transduser
jenis yang kedua adalah termokopel. Ketika menerima panas, termokopel langsung
menghasilkan tegangan listrik tanpa membutuhkan energi dari luar.
2) Pemilihan Transduser
Pemilihan suatu
transduser sangat tergantung kepada kebutuhan pemakai dan lingkungan di sekitar
pemakaian. Untuk itu dalam memilih transduser perlu diperhatikan beberapa hal
di bawah ini:
1. Kekuatan,
maksudnya ketahanan atau proteksi pada beban lebih.
2. Linieritas, yaitu
kemampuan untuk menghasilkan karakteristik masukan-keluaran yang linier.
3. Stabilitas tinggi,
yaitu kesalahan pengukuran yang kecil dan tidak begitu banyak terpengaruh oleh
faktor-faktor lingkungan.
4. Tanggapan dinamik
yang baik, yaitu keluaran segera mengikuti masukan dengan bentuk dan besar yang
sama.
5. Repeatability :
yaitu kemampuan untuk menghasilkan kembali keluaran yang sama ketika digunakan
untuk mengukur besaran yang sama, dalam kondisi lingkungan yang sama.
6. Harga. Meskipun
faktor ini tidak terkait dengan karakteristik transduser sebelumnya, tetapi
dalam penerapan secara nyata seringkali menjadi kendala serius, sehingga perlu
juga dipertimbangkan. Diantara beberapa karakteristik transduser di atas, akan
dibahas lebih mendalam tentang linieritas.
3)
Linieritas Transduser
Linieritas adalah
suatu sifat yang penting dalam suatu transduser. Bila
suatu transduser adalah linier, maka bila masukan menjadi dua
kali lipat, maka keluaran – misalnya – menjadi dua kali lipat juga.
Hal ini tentu akan mempermudah dalam memahami dan memanfaatkan
transduser tersebut. Ketidaklinieran setidaknya dapat dibagi menjadi dua,
yaitu ketidak-linieran
yang diketahui dan yang tidak diketahui. Ketidaklinieran yang
tidak diketahui tentu sangat menyulitkan,karena hubungan masukan – keluaran
tidak diketahui. Seandainya transduser semacam ini dipakai sebagai
alat ukur, ketika masukan menjadi dua kali lipat, maka keluarannya
menjadi dua kali lipat atau tiga kali lipat, atau yang lain,
tidak diketahui. Sehingga untuk transduser semacam ini, perlu
dilakukan penelitian tersendiri untuk mendapatkan hubungan masukan–keluaran,
sebelum memanfaatkannya. Adapun untuk ketidaklinieran yang diketahui, maka
transduser yang memiliki watak semacam ini masih dapat dimanfaatkan dengan
menghindari ketidaklinierannya atau dengan melakukan beberapa transformasi pada
rumus-rumus yang menghubungkan masukan dengan keluaran. Contoh ketidaklinieran
yang diketahui
misalnya: daerah mati
(dead zone), saturasi (saturation), logaritmis, kuadratis dan sebagainya.
Perinciannya adalah sebagai berikut :
1. Daerah mati (dead
zone) artinya adalah ketika telah diberikan masukan, keluaran belum ada. Baru
setelah melewati nilai ambang tertentu, ada keluaran yang proporsional terhadap
masukan.
2. Saturasi maksudnya
adalah, ketika masukan dibesarkan sampai nilai tertentu, keluaran tidak
bertambah besar, tetapi hanya menunjukkan nilai yang tetap. Masukan keluaran nilai
ambang
3. Logaritmis,
maksudnya adalah – sesuai dengan namanya – bila masukan bertambah besar secara
linier, keluarannya bertambah besar secara logaritmis. Masukan keluaran
10
1
100
2
1000 3
4. Kudratis,
maksudnya adalah – sesuai dengan namanya – bila masukan bertambah besar secara
linier, keluarannya bertambah besar secara kuadratis Masukan keluaran
1 1
2 4
3 9
Pada kondisi riil,
transduser yang linier dalam jangkau yang luas sangat jarang ditemui. Bahkan
banyak transduser yang memiliki sifat tidak linier yang merupakan gabungan dari
beberapa sifat tidak linier. Oleh karena itu, perlu kiat-kiat yang tepat untuk
memanfaatkan fenomena tersebut.
SENSOR PIR KC7783R
PIR
(Passive Infrared Receiver) merupakan sebuah sensor berbasiskan infrared. Akan
tetapi, tidak seperti sensor infrared kebanyakan yang terdiri dari IR LED dan
fototransistor. PIR tidak memancarkan apapun seperti IR LED. Sesuai dengan
namanya ‘Passive’, sensor ini hanya merespon energi dari pancaran sinar
inframerah pasif yang dimiliki oleh setiap benda yang terdeteksi olehnya. Benda yang bisa dideteksi oleh sensor
ini biasanya adalah tubuh manusia. PIR KC7783R merupakan sensor pendeteksi yang
akan mengeluarkan output dengan level high antara 5-6 volt.
Di dalam sensor PIR ini terdapat bagian-bagian yang mempunyai perannya masing-masing, yaitu Fresnel Lens, IR Filter, Pyroelectric sensor, amplifier, dan comparator.
Di dalam sensor PIR ini terdapat bagian-bagian yang mempunyai perannya masing-masing, yaitu Fresnel Lens, IR Filter, Pyroelectric sensor, amplifier, dan comparator.
Sensor PIR ini
bekerja dengan menangkap energi panas yang dihasilkan dari pancaran sinar
inframerah pasif yang dimiliki setiap benda dengan suhu benda diatas nol
mutlak. Seperti tubuh manusia yang memiliki suhu tubuh kira-kira 32 derajat
celcius, yang merupakan suhu panas yang khas yang terdapat pada lingkungan.
Pancaran sinar inframerah inilah yang kemudian ditangkap oleh Pyroelectric
sensor yang merupakan inti dari sensor PIR ini sehingga menyebabkan Pyroelectic
sensor yang terdiri dari galium nitrida, caesium nitrat dan litium tantalate
menghasilkan arus listrik. Mengapa bisa menghasilkan arus listrik, Hal ini
dikarenakan pancaran sinar inframerah pasif ini membawa energi panas. Prosesnya
hampir sama seperti arus listrik yang terbentuk ketika sinar matahari mengenai
solar cell.
Mengapa sensor PIR hanya bereaksi pada tubuh manusia saja, Hal ini disebabkan karena adanya IR Filter yang menyaring panjang gelombang sinar inframerah pasif. IR Filter dimodul sensor PIR ini mampu menyaring panjang gelombang sinar inframerah pasif antara 8 sampai 14 mikrometer, sehingga panjang gelombang yang dihasilkan dari tubuh manusia yang berkisar antara 9 sampai 10 mikrometer ini saja yang dapat dideteksi oleh sensor.
Jadi, ketika seseorang berjalan melewati sensor, sensor akan menangkap pancaran sinar inframerah pasif yang dipancarkan oleh tubuh manusia yang memiliki suhu yang berbeda dari lingkungan sehingga menyebabkan material pyroelectric bereaksi menghasilkan arus listrik karena adanya energi panas yang dibawa oleh sinar inframerah pasif tersebut. Kemudian sebuah sirkuit amplifier yang ada menguatkan arus tersebut yang kemudian dibandingkan oleh comparator sehingga menghasilkan output.
Ketika manusia berada di depan sensor PIR dengan kondisi diam, maka sensor PIR akan menghitung panjang gelombang yang dihasilkan oleh tubuh manusia tersebut. Panjang gelombang yang konstan ini menyebabkan energi panas yang dihasilkan dapat digambarkan hampir sama pada kondisi lingkungan disekitarnya. Ketika manusia itu melakukan gerakan, maka tubuh manusia itu akan menghasilkam pancaran sinar inframerah pasif dengan panjang gelombang yang bervariasi sehingga menghasilkan panas berbeda yang menyebabkan sensor merespon dengan cara menghasilkan arus pada material Pyroelectricnya dengan besaran yang berbeda beda. Karena besaran yang berbeda inilah comparator menghasilkan output.
Jadi sensor PIR tidak akan menghasilkan output apabila sensor ini dihadapkan dengan benda panas yang tidak memiliki panjang gelombang inframerah antar 8 sampai 14 mikrometer dan benda yang diam seperti sinar lampu yang sangat terang yang mampu menghasilkan panas, pantulan objek benda dari cermin dan suhu panas ketika musim panas.
Mengapa sensor PIR hanya bereaksi pada tubuh manusia saja, Hal ini disebabkan karena adanya IR Filter yang menyaring panjang gelombang sinar inframerah pasif. IR Filter dimodul sensor PIR ini mampu menyaring panjang gelombang sinar inframerah pasif antara 8 sampai 14 mikrometer, sehingga panjang gelombang yang dihasilkan dari tubuh manusia yang berkisar antara 9 sampai 10 mikrometer ini saja yang dapat dideteksi oleh sensor.
Jadi, ketika seseorang berjalan melewati sensor, sensor akan menangkap pancaran sinar inframerah pasif yang dipancarkan oleh tubuh manusia yang memiliki suhu yang berbeda dari lingkungan sehingga menyebabkan material pyroelectric bereaksi menghasilkan arus listrik karena adanya energi panas yang dibawa oleh sinar inframerah pasif tersebut. Kemudian sebuah sirkuit amplifier yang ada menguatkan arus tersebut yang kemudian dibandingkan oleh comparator sehingga menghasilkan output.
Ketika manusia berada di depan sensor PIR dengan kondisi diam, maka sensor PIR akan menghitung panjang gelombang yang dihasilkan oleh tubuh manusia tersebut. Panjang gelombang yang konstan ini menyebabkan energi panas yang dihasilkan dapat digambarkan hampir sama pada kondisi lingkungan disekitarnya. Ketika manusia itu melakukan gerakan, maka tubuh manusia itu akan menghasilkam pancaran sinar inframerah pasif dengan panjang gelombang yang bervariasi sehingga menghasilkan panas berbeda yang menyebabkan sensor merespon dengan cara menghasilkan arus pada material Pyroelectricnya dengan besaran yang berbeda beda. Karena besaran yang berbeda inilah comparator menghasilkan output.
Jadi sensor PIR tidak akan menghasilkan output apabila sensor ini dihadapkan dengan benda panas yang tidak memiliki panjang gelombang inframerah antar 8 sampai 14 mikrometer dan benda yang diam seperti sinar lampu yang sangat terang yang mampu menghasilkan panas, pantulan objek benda dari cermin dan suhu panas ketika musim panas.






0 komentar:
Posting Komentar